Ngalap (mencari) berkah merupakan kecenderungan manusiawi semenjak nenek moyang bangsa manusia generasi pertama. Bahkan berkah adalah kebutuhan setiap insan. Demam ngalap berkah menjadi trend turun temurun disemua lapisan penduduk bumi hingga kini, di zaman moderen yang super canggih dan hubungan lintas dunia semakin global. Adakah ajaran Islam sejalan dengan arus tradisi ini dan memperkenankan orang ngalap berkah?.
Pengertian Berkah
Berkah berasal dari bahasa Arab
`barakah`. Artinya, memiliki banyak kebaikan dan bersifat tetap -terus
menerus-. Diambil dari kata `birkah` yang berarti tempat berhimpunnya
air. Dan itu berbeda dengan tempat mengalirnya air karena dua hal : 1-
jumlahnya yang banyak dan 2- sifatnya yang tetap.[1]
Sementara ada juga yang mengatakan,
barakah/berkah ialah adanya kebaikan ilahi secara tetap pada sesuatu.
Demikian yang dikatakan oleh ar-Raghib al-Ashfahani.[2] Dengan demikian,
apabila sesuatu dikatakan berkah, artinya sesuatu itu memiliki banyak
kebaikan yang bersifat tetap, karena dijadikan demikian oleh Allah.
Dan ngalap/mencari berkah, berarti
mencari kebaikan atau manfaat melalui sesuatu yang diduga banyak
memiliki berkah. Sesuatu itu bisa berbentuk pribadi manusia, benda,
tempat atau waktu. Persoalannya, bisakah kegiatan tersebut dibenarkan
oleh Islam?.
Hukum mencari berkah
Seperti dikatakan di muka, mencari
berkah bisa melalui pribadi manusia, benda, waktu atau tempat tertentu.
Dalam hal ini ada yang disyari`atkan, ada pula yang dilarang.[3]
Mengapa dikatakan disyari`atkan?. Sebab,
pribadi, benda, tempat atau waktu yang dicari berkahnya, benar-benar
memiliki berkah berdasarkan ketetapan syari`at, dan dalilnya jelas. Hal
itu menuntut cara pencarian berkah yang juga harus sesuai dengan
tuntutan syari`at.
Di sisi lain, mengapa ada bentuk mencari
berkah yang dilarang?. Sebab, pribadi, benda, tempat atau waktu yang
dicari berkahnya ternyata merupakan pribadi, benda, tempat dan waktu
yang tidak dinyatakan memiliki berkah oleh syari`at. Berkah-berkah yang
dianggap ada pada benda-benda ini hanya ilusi kosong hasil rekayasa para
kaki tangan Dajjal. Cara mencari berkah yang dilakukannyapun adalah
cara-cara bathil dan menyimpang.
A. Mencari Berkah yang disyari`atkan.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin (Seorang tokoh Ulama Ahlu Sunnah zaman sekarang) menjelaskan :
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin (Seorang tokoh Ulama Ahlu Sunnah zaman sekarang) menjelaskan :
Mencari berkah tidak terlepas dari dua hal :
1 - Mencari berkah berdasarkan ketentuan syar`i yang jelas. Misalnya (mencari berkah) pada al-Qur`an al-Karim. Allah berfirman :
Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah (Shad : 29).
Di antara berkahnya al-Qur`an, siapa
yang berpegang dengan al-Qur`an, ia akan memperoleh kemenangan. Dengan
al-Qur`an-lah, Allah telah menyelamatkan banyak umat manusia dari
kemusyrikan.
Di antara berkahnya lagi ialah, tiap
satu huruf al-Qur`an memiliki kelipatan sepuluh kali kebaikan jika
dibaca. Ini jelas meringankan waktu dan usaha manusia. Dan masih banyak
berkah-berkah al-Qur`an lainnya.
2 - Mencari berkah berdasarkan perkara nyata dan jelas serta bisa diraba dengan indra.
Misalnya mencari ilmu pada Ulama atau minta didoakan atau yang lainnya. Ulama bisa dicari berkahnya melalui penggalian terhadap ilmu agama yang dimilikinya, atau melalui nasihat serta dakwah yang dilakukannya. Jadi ulama itu berkah, sebab orang dapat meraih kebaikan yang banyak dengan kehadiran mereka.[4]
Misalnya mencari ilmu pada Ulama atau minta didoakan atau yang lainnya. Ulama bisa dicari berkahnya melalui penggalian terhadap ilmu agama yang dimilikinya, atau melalui nasihat serta dakwah yang dilakukannya. Jadi ulama itu berkah, sebab orang dapat meraih kebaikan yang banyak dengan kehadiran mereka.[4]
Tetapi mencari berkah melalui al-Qur`an
atau ulama, tidak boleh menggunakan cara-cara yang tidak berdasarkan
tuntunan syari`at. Misalnya dengan menciumi, mengusap-usap, atau memeluk
al-Qur`an supaya mendapat berkah. Ini salah.
Atau dengan meminum atau menyimpan sisa
air wudhu` ulama, atau dengan menciumi lututnya. Inipun jelas bathil.
Apalagi mencium lutut ulama, bisa menyebabkan syirik, karena harus
bersujud atau ruku` kepada selain Allah.
Yang jelas, berkah semuanya hanyalah
milik Allah dan berasal dari Allah. Seperti halnya rizki, pertolongan,
dan keselamatan, juga hanyalah milik Allah dan berasal dari Allah. Oleh
karena itu berkah tidak boleh diminta kecuali dari Allah saja. Dia-lah
Pemberi berkah.
Imam Bukhari telah meriwayatkan -dengan
sanadnya- dari Ibnu Mas`ud, ia berkata : Kami pernah bersama Rasulullah
dalam suatu perjalanan, ternyata persediaan air semakin sedikit. Maka
beliau bersabda : `Carilah sisa air`. Lalu kamipun datang membawa bejana
yang berisi sedikit air. Kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam
bejana, lalu mengatakan :
Marilah menggunakan air suci yang
diberkahi. Dan sesungguhnya berkah (hanya) berasal dari Allah. Sungguh
aku melihat air memancar dari celah-celah jari jemari Rasulullah
-al-hadits. (HSR. Al-Bukhari, Fathul Bari VI/433)-[5].
Segala sesuatu yang dinyatakan oleh
syari`at mengandung berkah, tidak lain hanya merupakan sebab bagi
diperolehnya berkah, bukan sebagai pemberi. Bisa saja berkah itu tidak
dapat diperoleh karena hilangnya syarat tertentu atau adanya penghalang
tertentu. Dan itu sudah dimaklumi berkenaan dengan kaidah `sebab-sebab
syar`iyah`.[6]
Dan meminta berkah kepada selain Allah jelas hukumnya syirik.[7]
Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah keterangan lebih rinci.
1 - Mencari berkah yang disyari`atkan
melalui pribadi-pribadi tertentu. Misalnya melalui pribadi Rasulullah
ketika beliau masih hidup. Banyak hadits shahih menerangkan tentang
berkahnya pribadi Rasulullah.[8]
Disamping pribadi Rasulullah, ada pula pribadi-pribadi lain yang dinyatakan sebagai sebab diperolehnya berkah. Misalnya Abu Bakar, A`isyah dan keluarganya.
Disamping pribadi Rasulullah, ada pula pribadi-pribadi lain yang dinyatakan sebagai sebab diperolehnya berkah. Misalnya Abu Bakar, A`isyah dan keluarganya.
Dalam sebab turunnya ayat tayammum,
disebutkan bahwa A`isyahlah penyebab datangnya hukum tayammum ketika
kalungnya hilang dalam suatu perjalanan bersama Nabi dan para sahabat.
Perjalanan mereka tertunda karena harus mencari kalung A`isyah yang hilang, padahal mereka kehabisan air. Akhirnya turunlah berkah dari Allah berupa keringanan hukum untuk bertayammum ketika tidak mendapatkan air. Saat itu Usaid bin Hudhair mengatakan :
Perjalanan mereka tertunda karena harus mencari kalung A`isyah yang hilang, padahal mereka kehabisan air. Akhirnya turunlah berkah dari Allah berupa keringanan hukum untuk bertayammum ketika tidak mendapatkan air. Saat itu Usaid bin Hudhair mengatakan :
Berkah ini bukan untuk pertama kalinya
yang disebabkan oleh kalian wahai keluarga Abu Bakar. (Lihat Shahih
Bukhari dengan Fathul Bari I/431-434).
2 - Mencari berkah yang disyari`atkan
melalui perkataan-perkatan atau perbuatan-perbuatan atau bentuk-bentuk
kegiatan yang diberkahi.
Jika hal itu dilaksanakan sesuai dengan
tuntunan sunnah Nabi, maka akan diperoleh berkah dan kebaikan sesuai
dengan niat dan kesungguhan usahanya. Selama tidak ada penghalang syar`i
yang dapat menghalangi diperolehnya kebaikan tersebut.
Misalnya, berdzikir kepada Allah dan
membaca al-Qur`an al-Karim. Berkah yang terkandung di dalamnya sangat
banyak. Di antaranya pahala, diampunkannya dosa-dosa, masuk sorga,
terjaga dari godaan setan dan seterusnya. Hadits tentang ini banyak
sekali.
Misal lain, berjihad fi Sabilillah untuk memperoleh mati syahid.
Begitu pula berkumpul untuk makan bersama dari satu tempat dan mengawali makan dari arah tepinya.
Rasulullah bersabda:
Berkumpulllah kalian disekeliling
makananmu dan sebutlah nama Allah untuk makan, niscaya Allah akan
memberikan berkah kepada kalian di dalamnya. (Hadits Hasan, di hasankan
oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Abu Dawud II/717).
Jika seseorang di antara kamu makan
suatu makanan, maka janganlah memakan mulai dari bagian atasnya, tetapi
hendaknya ia makan mulai dari bagian bawahnya, karena berkah akan turun
dari bagian atasnya. (HR. Abu Dawud, di shahihkan oleh al-Albani II/719)
Jadi setiap perkataan atau perbuatan
yang diperintahkan oleh Allah atau oleh Rasulullah, kemudian
dilaksanakan oleh seorang hamba karena keimanannya kepada Allah dan
karena kepercayaannya kepada Rasulullah, dengan cara yang sessuai dengan
tuntunan, maka hamba itu akan memperoleh barakah yang banyak.[9]
3 - Mencari berkah yang disyari`atkan melalui tempat-tempat tertentu.
Misalnya, masjid-masjid Allah. Berdasarkan sabda Rasulullah,
Tempat yang paling dicintai Allah dalam
suatu negeri adalah masjid-masjidnya. Sedangkan tempat yang paling
dibenci Allah dalam suatu negeri adalah pasar-pasarnya. (Shahih Muslim,
Syarh Nawawi V/171).[10]
Mencari berkah melalui masjid-masjid
tidak dengan cara meng-elus-elus (mengusap-usap) tanahnya atau menciumi
temboknya atau nyepi dan bertapa di dalamnya, atau cara-cara sejenisnya.
Itu adalah bid`ah. Mencari berkah melalui masjid-masjid ialah dengan
cara shalat berjama`ah di dalamnya, duduk menunggu waktu shalat,
menghadiri majlis dzikir atau majlis ilmu di dalamnya dan
kegiatan-kegiatan lain yang disyari`atkan.[11]
4 - Mencari berkah yang disyari`atkan melalui waktu-waktu tertentu.
Misalnya bulan Ramadhan, dengan cara
melaksanakan ibadah shiam dan ibadah-ibadah lain yang disyari`atkan
serta tidak melakukan kegiatan-kegiatan maksiat atau kegiatan-kegiatan
bid`ah.
Misal lain, malam lailatul Qadar. Dengan cara memperbanyak ibadah. Allah berfirman:
Misal lain, malam lailatul Qadar. Dengan cara memperbanyak ibadah. Allah berfirman:
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya
(Alquran) pada malam kemuliaan (Lailatul Qadar). Dan tahukah kamu apakah
malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin
Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan
sampai terbit fajar. (Al-Qadr : 1-5).
Misal lain lagi, waktu sepertiga malam terakhir. Rasulullah bersabda
Allah, Rabb kita turun ke langit dunia
pada tiap-tiap sepertiga malam terakhir. Ia berfirman: Siapa yang berdoa
kepada-Ku niscaya Aku kabulkan doanya, siapa yang meminta kepada-Ku
niscaya Aku beri dan siapa yang meminta ampun kepada-Ku niscaya Aku
ampuni. (HSR Bukhari).
Dan waktu-waktu lainnya.[12]
B. Mencari berkah yang dilarang oleh syari`at.
Dalam hal ini ada dua sebab :
-Karena sesuatu yang dicari berkahnya ternyata tidak memiliki berkah/tidak ada nashnya.
-Karena cara yang dilakukannya menyimpang.
-Karena sesuatu yang dicari berkahnya ternyata tidak memiliki berkah/tidak ada nashnya.
-Karena cara yang dilakukannya menyimpang.
1 - Mencari berkah melalui pribadi-pribadi tertentu.
Misalnya melalui orang-orang shalih yang
telah mati atau melalui orang shalih yang masih hidup tetapi dengan
cara-cara menyimpang hingga sampai pada bentuk permintaan kepada selain
Allah. Hukumnya adalah syirik.
2 - Mencari berkah melalui benda-benda atau tempat-tempat tertentu.
Pada zaman jahiliyah dahulu orang-orang kafir mencari berkah melalui berhala Lata, Uzza, Manat dan lain-lainnya.
Allah berfirman berkaitan dengan mereka :
Maka apakah patut kamu (hai orang-orang
musyrik) menganggap Al-Lata dan Al-Uzza, dan Manat yang ketiga, yang
paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah). Apakah (patut) untuk
kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan; Yang demikian
itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. (An-Najm : 19-22).
Maksudnya, mereka menyembah
berhala-berhala itu dengan asumsi bahwa berhala tersebut merupakan anak
perempuan Allah, padahal mereka menyukai laki-laki untuk anak mereka
sendiri. Permintaan berkah melalui berhala-berhala ini, menyebabkan
mereka dikatakan telah beribadah kepada selain Allah.[13]
Mereka juga terbiasa ngalap berkah
melalui pohon atau benda-benda yang dikeramatkan, seperti yang
dikisahkan oleh Abu Waqid al-Laitsi menjelang perang Hunain.[14]
Di zaman sekarang ada bentuk-bentuk
ngalap berkah yang dilakukan oleh sementara kalangan yang mengaku Islam,
persis seperti yang dilakukan oleh orang-orang kafir zaman jahiliyah.
Ada ngalap berkah melalui kuburan orang shalih, batu, kayu, sabuk dan
amalan-amalan bid`ah. Semua itu adalah perbuatan syirik, atau minimal
bid`ah.
3 - Mencari berkah melalui waktu-waktu tertentu.
Misalnya mempergunakan waktu-waktu
tertentu seperti, bulan Sya`ban untuk nyadran atau khusus untuk ziarah
kubur karena dianggap banyak berkahnya. Ini merupakan perbuatan bid`ah.
Atau bulan tertentu dianggap sebagai bulan keberuntungan untuk menikah,
sementara bulan lainnya dianggap bulan sial. Keyakinan ini adalah
keyakinan syirik. Atau merayakan perayaan-perayaan pada hari-hari
tertentu diluar yang disyari`atkan ajaran Islam, seperti mengadakan
perayaan maulid Nabi, isra`-mi`raj, Nuzulul Qur`an dan sebangsanya.
Dengan anggapan kegiatan-kegiatan tersebut berpahala, karena menjunjung
tinggi syi`ar Islam. Itu adalah kegiatan-kegiatan bid`ah yang sudah
salah kaprah.
Dan lain-lainnya.
KESIMPULAN
Demikianlah, pada prinsipnya, berkah itu
hanya kepunyaan Allah. Dia-lah yang memberikannya. Sedangkan
pribadi-pribadi, benda-benda, tempat-tempat serta waktu-waktu yang
dinyatakan banyak mengandung berkah oleh syari`at, tidak lain hanyalah
sebab semata bagi diperolehnya berkah. Bukan pemilik dan pemberi berkah.
Cara mencari berkah melalui hal-hal yang
diakui menurut syari`at, juga harus mengikuti petunjuk syari`at, agar
tidak terjerumus dalam perbuatan bid`ah atau syirik.
Siapa yang mencari/meminta berkah kepada selain Allah, ia terjerumus ke dalam syirik akbar. Dan siapa yang mencari berkah melalui hal-hal yang dibenarkan menurut syari`at, tetapi dengan cara yang berlawanan dengan syari`at, ia terjerumus dalam bid`ah. Na`udzu billah min Dzalik. Wa Nas`alullah al-`Afiyah.
Siapa yang mencari/meminta berkah kepada selain Allah, ia terjerumus ke dalam syirik akbar. Dan siapa yang mencari berkah melalui hal-hal yang dibenarkan menurut syari`at, tetapi dengan cara yang berlawanan dengan syari`at, ia terjerumus dalam bid`ah. Na`udzu billah min Dzalik. Wa Nas`alullah al-`Afiyah.
-----------
[1] Lihat al-Qaul al-Mufid `Ala Kitab at-Tauhid, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin I/191 Daar al-`Ashimah KSA cet. I 1415]
[2] Dinukil oleh Dr. Ali bin Nafayyi` al-Alyani dalam buku kecilnya at-Tabarruk al-Masyru` wa at-Tabarruk al-Mamnu`, pada sub tamhidi hal. 11, dari kitab asy-Syirku wa Mazhahiruhu karya al-Maili hal. 99]
[3] Lihat at-Tabarruk al-Masyru` wa at-Tabarruk al-Mamnu`, karya Dr. Ali bin Nufayyi` al-`Alyani.]
[4] Lihat al-Qaul al-Mufid `Ala Kitab at-Tauhid I/191 dengan bahasa bebas dan dengan sedikit tambahan.]
[5] Lihat at-Tabarruk al-Masyru` wa at-Tabarruk al-Mamnu`, karya Dr. Ali bin Nufayyi` al-`Alyani hal. 17.]
[6] Buku yang sama, hal 18 dan 19.]
[7] Buku yang sama, hal. 17.]
[8] Buku yang sama, hal. 25 dst.]
[9] Lihat buku yang sama, hal 33-37.]
[10] Dalam tahqiq Khalil Ma`mun Syiha terdapat pada hadits no. 1526 juz V.
[11] Lihat lebih luas buku at-Tabarruk al-Masyru` wa at-Tabarruk al-Mamnu`, karya Dr. Ali bin Nufayyi` al-`Alyani hal. 41-42.]
[12] Lihat buku yang sama hal. 45-46.] Yang jelas mencari berkahnyapun tidak boleh menyimpang dari ketentuan syari`at yang terkait.
[13] Lihat al-Qaul al-Mufid `Ala Kitab at-Tauhid I/197 dan seterusnya.]
[14] Lihat Kitab yang sama, hal. 201 dan seterusnya.]
[1] Lihat al-Qaul al-Mufid `Ala Kitab at-Tauhid, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin I/191 Daar al-`Ashimah KSA cet. I 1415]
[2] Dinukil oleh Dr. Ali bin Nafayyi` al-Alyani dalam buku kecilnya at-Tabarruk al-Masyru` wa at-Tabarruk al-Mamnu`, pada sub tamhidi hal. 11, dari kitab asy-Syirku wa Mazhahiruhu karya al-Maili hal. 99]
[3] Lihat at-Tabarruk al-Masyru` wa at-Tabarruk al-Mamnu`, karya Dr. Ali bin Nufayyi` al-`Alyani.]
[4] Lihat al-Qaul al-Mufid `Ala Kitab at-Tauhid I/191 dengan bahasa bebas dan dengan sedikit tambahan.]
[5] Lihat at-Tabarruk al-Masyru` wa at-Tabarruk al-Mamnu`, karya Dr. Ali bin Nufayyi` al-`Alyani hal. 17.]
[6] Buku yang sama, hal 18 dan 19.]
[7] Buku yang sama, hal. 17.]
[8] Buku yang sama, hal. 25 dst.]
[9] Lihat buku yang sama, hal 33-37.]
[10] Dalam tahqiq Khalil Ma`mun Syiha terdapat pada hadits no. 1526 juz V.
[11] Lihat lebih luas buku at-Tabarruk al-Masyru` wa at-Tabarruk al-Mamnu`, karya Dr. Ali bin Nufayyi` al-`Alyani hal. 41-42.]
[12] Lihat buku yang sama hal. 45-46.] Yang jelas mencari berkahnyapun tidak boleh menyimpang dari ketentuan syari`at yang terkait.
[13] Lihat al-Qaul al-Mufid `Ala Kitab at-Tauhid I/197 dan seterusnya.]
[14] Lihat Kitab yang sama, hal. 201 dan seterusnya.]
-------------
(Ditulis ulang dari majalah As Sunnah Edisi 06/VI/1423H-2002M)
(Ditulis ulang dari majalah As Sunnah Edisi 06/VI/1423H-2002M)
Audio Kajian: Ngalap berkah oleh Ustadz Arifin Baderi,MA
0 komentar:
Posting Komentar