Mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
merupakan kewajiban bagi setiap muslim dan semuanya mengaku ingin
mencintainya, namun tidak semua pengakuan cinta dianggap benar dan
tidak semua keinginan baik itu baik. Oleh karena itu diperlukan bukti
dan tanda yang dapat dijadikan standar kebenaran pengakuan cinta
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam , sebab bila pengakuan
tidak dibuktikan dengan bukti, maka tentulah banyak orang membuat
kerusakan dan keonaran dengan pengakuan-pengakuan dusta, sebagaimana
disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ لَادَّعَى نَاسٌ دِمَاءَ رِجَالٍ وَأَمْوَالَهُمْ رواه البخاري و مسلم
Seandainya manusia diberikan semua pengakuannya tentulah banyak orang yang menuntut darah dan harta orang lain. HR Al Bukhari, kitab Tafsier Al Qur’an no. 1487 dan Muslim kitab Al Aqdhiyah, Bab Al Yamien ‘Ala Al Muda’I no. 3228
Karena itu, wajib atas setiap muslim mengetahu bukti dan tanda kecintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dan mengamalkan serta merealisasikannya dalam kehidupan sehari-harinya.
Sebab bukti dan tanda-tanda tersebut menunjukkan kecintaannya yang
hakiki sehingga semakin banyak memiliki bukti dan tanda tersebut maka
semakin tinggi dan sempurna kecintaannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Diantara bukti dan tanda-tanda tersebut adalah:
1. Mencontoh dan menjalankan sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam .
Mencontoh, mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berjalan diatas manhaj beliau serta berpegang teguh dan mengikuti seluruh pernyataan dan perbuatan beliau adalah awal tanda cinta Rasul sehingga orang yang benar mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam secara lahiriyah dan batiniyah serta selalu menyesuaikan perkataan dan perbuatannya dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits Anas bin Malik, beliau radhiyallahu ‘anhu berkata:
Mencontoh, mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berjalan diatas manhaj beliau serta berpegang teguh dan mengikuti seluruh pernyataan dan perbuatan beliau adalah awal tanda cinta Rasul sehingga orang yang benar mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam secara lahiriyah dan batiniyah serta selalu menyesuaikan perkataan dan perbuatannya dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits Anas bin Malik, beliau radhiyallahu ‘anhu berkata:
قَالَ
لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا بُنَيَّ إِنْ
قَدَرْتَ أَنْ تُصْبِحَ وَتُمْسِيَ لَيْسَ فِي قَلْبِكَ غِشٌّ لِأَحَدٍ
فَافْعَلْ ثُمَّ قَالَ لِي يَا بُنَيَّ وَذَلِكَ مِنْ سُنَّتِي وَمَنْ
أَحْيَا سُنَّتِي فَقَدْ أَحَبَّنِي وَمَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِي
الْجَنَّةِ
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadaku: Wahai anakkku, jika
kamu mampu pada pagi sampai sore hari tida ada dihatimu sifat
berkhiyanat pada seorangpun maka perbuatlah. Kemudian beliau n berkata
kepadaku lagi: Wahai anakku! Itu termasuk sunnahku dan siapa yang
menghidupkan sunnahku maka ia telah mencintaiku dan siapa yang telah
mencintaiku maka aku bersamanya disyurga. HR Al Tirmidzi, kitab Al Ilmu, Bab Ma jaa Fil Akhdzi bissunnah Wajtinaab Al Bida’ no. 2678
Orang yang mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
adalah orang yang semangat berpegang teguh dan menghidupkan sunnah dan
itu diwujudkan dengan mengamalkan sunnahnya, melaksanakan perintah dan
menjauhi larangannya dalam pernyataan dan perbuatan serta mendahulukan
itu semua dari hawa nafsu dan kelezatannya sebagaimana firman Allah :
قُلْ
إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ
وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ
كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ
اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Katakanlah:”Jika
bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga,
harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri
kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah
lebih kamu cintai lebih daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari)
berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang fasik. (QS. At-Taubah:24)
Menghidupkan sunnah dan mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam setiap langkah kehidupannya adalah bukti kecintaannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana juga menjadi bukti kecintaan kepada Allah. Allah berfirman:
قُلْ
إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah:”Jika
kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (QS. Ali Imran: 31)
Berdasarkan
hal ini, kecintaan kepada Allah dan RasulNya menuntut konsekwensi
mengamalkan hal-hal yang dicintai dan menjauhi yang dilarang dan
dibenci dan tidak mungkin ada orang yang mencintai Rasulnya adalah
orang yang tidak mau mengikuti sunnahnya atau bahkan melakukan
kebid’ahan dengan sengaja.
2.
Banyak ingat dan menyebutnya, karena orang yang mencintai sesuatu tentu
akan memperbanyak ingat dan menyebutnya dan senantiasa ingat kepadanya
merupakan sebab sinambungnya kecintaan dan pertumbuhannya.
3. Menyampaikan sholawat dan salam kepada beliau untuk mengamalkan firman Allah:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Sesungguhnya
Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai
orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah
salam penghormatan kepadanya. (QSAl-Ahzaab:56)
Dan hadits Nabi yang berbunyi :
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ذَهَبَ ثُلُثَا
اللَّيْلِ قَامَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا اللَّهَ
اذْكُرُوا اللَّهَ جَاءَتْ الرَّاجِفَةُ تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ جَاءَ
الْمَوْتُ بِمَا فِيهِ جَاءَ الْمَوْتُ بِمَا فِيهِ قَالَ أُبَيٌّ قُلْتُ
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُكْثِرُ الصَّلَاةَ عَلَيْكَ فَكَمْ أَجْعَلُ
لَكَ مِنْ صَلَاتِي فَقَالَ مَا شِئْتَ قَالَ قُلْتُ الرُّبُعَ قَالَ مَا
شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ قُلْتُ النِّصْفَ قَالَ مَا
شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ قَالَ قُلْتُ فَالثُّلُثَيْنِ
قَالَ مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ قُلْتُ أَجْعَلُ لَكَ
صَلَاتِي كُلَّهَا قَالَ إِذًا تُكْفَى هَمَّكَ وَيُغْفَرُ لَكَ ذَنْبُكَ
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dulu bila berlalu dua pertiga malam,
beliau bangun dan berkata: Wahai sekalian manusia berdzikirlah kepada
Allah, berdzikirlah kepada Allah. Pasti datang tiupan sangkakala
pertama yang diikuti dengan yang kedua, datang kematian dengan
kengeriannya, datang kematian dengan kengeriannya. Ubai berkata: Aku
berkata: Wahai Rasululloh aku memperbanyak sholawat untukmu, berapa
banyak aku bersholawat untukmu? Beliau menjawab: Sesukamu. Lalu Ubai
berkata lagi: aku berkata: seperempat. Beliau berkata: terserah, tapi
kalau kamu tambah maka itu lebih baik. Aku berkata: setengah. Beliau
menjawab lagi: terserah, tapi kalau kamu tambah maka lebih baik bagimu.
Maka aku berkata lagi: kalau begitu dua pertiga. Beliau menjawab:
Terserah, kalau kamu tambah maka lebih baik bagimu. Lalu akau berkata:
Saya jadikan seluruh (do’aku) adalah sholawat untukmu. Maka Rasululloh
menjawab: Kalau begitu (sholawat) itu mencukupkan keinginamu (dunia dan
akherat) dan Allah akan mengampuni dosamu. HR Al Tirmidzi , kitab
Sifat Al Qiyaamh no. 2457 dan Syeikh Al Albani dalam Silsilah Ahadits
Shohihah (no.954) menyatakan: Sanadnya hasan karena perbedaan ulama
yang terkenal tentang Ibnu Uqail.
Ibnu Al Qayyim rahimahullah menyatakan: Syeikh
kami Abul Abas Ibnu Taimiyah rahimahullah ditanya tentang tafsir
hadits ini, beliau menjawab: Ubai waktu itu memiliki doa yang digunakan
untuk dirinya sendiri, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bertanya: Apakah ia menjadikan seperempat do’anya untuk bersholawat
untuk beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau n berkata lagi:
jika kamu tambah maka itu lebih baik bagimu. Ia menjawab: separuhnya.
Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: jika kamu tambah maka
itu lebih baik bagimu. Sampai kemudian menyatakan: aku jadikan doaku
semuanya untuk sholawat untukmu. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam menjawab: kalau begitu itu mencukupkan kamu dari semua
keinginanmu dan Allah mengampuni dosamu. Hal ini karena orang yang
bersholawat satu kali untuk Nabi n akan mendapatkan sholawat dari Allah
sepuluh kali dan siapa yang mendapat sholawat Allah maka tentunya akan
dapat mencukupi semua keinginannya dan diampuni dosanya, inilah
pengertia ucapan beliau. (Lihat: Jala’ Al AFhaam fi Fadhli Al Sholat
Wa Al Salam ‘Ala Khoiril Anam, Ibnul Qayyim, tahqiq Zaid bin Ahmad Al
Nasyiri, cetakan pertama tahun 1425H Dar ‘Alam Al Fawaaid, hal 76.)
4.
Menyebut keutamaan dan kekhususan serta sifat, akhlak dam prilaku utama
yang Allah berikan kepada beliau, juga mu’jizat serta bukti kenabian
untuk mengenal kedudukan dan martabat beliau n serta untuk mencontoh
sifat dan akhlak beliau. Demikian juga untuk mengenalkan orang lain dan
mengingatkan mereka tentang hal itu agar mereka semakin iman dan
bertambah kecintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ibnul Qayyim rahimahullah ketika menyebutkan faedah yang didapat dari Sholawat untuk Nabi n menyatakan: Seorang ketika memperbanyak menyebut kekasihnya, mengingatnya dihati dan mengingat kebaikan-kebaikan dan factor-faktor yang menumbuhkan perasaan cinta kepadanya maka semakin berlipat ganda kecintaannya kepada kekasihnya tersebut dan bertambah rindu kepadanya serta menguasai seluruh hatinya. Apabila ia tidak sama sekali menyebutnya dan tidak mengingatnya dan mengingat kebaikan-kebaikan sang kekasih dihatinya maka akan berkurang rasa cinta dihatinya. Memang tidak ada yang dapat menyenangkannya lebih dari melihat kekasihnya tersebut dan tidak juga ada yang menyejukkan hatinya lebih dari menyebut dan mengingat sang kekasih dan kebaikan-kebaikannya. Apabila kuat hal ini dihatinya maka lisannya langsung akan memuji dan menyebut kebaikan-kebaikannya. Bertambah dan berkurangnya hal ini sesuai dengan bertambah dan berkurangnya rasa cinta dihatinya dan indera kita menjadi saksi kebenaran hal itu.
Ibnul Qayyim rahimahullah ketika menyebutkan faedah yang didapat dari Sholawat untuk Nabi n menyatakan: Seorang ketika memperbanyak menyebut kekasihnya, mengingatnya dihati dan mengingat kebaikan-kebaikan dan factor-faktor yang menumbuhkan perasaan cinta kepadanya maka semakin berlipat ganda kecintaannya kepada kekasihnya tersebut dan bertambah rindu kepadanya serta menguasai seluruh hatinya. Apabila ia tidak sama sekali menyebutnya dan tidak mengingatnya dan mengingat kebaikan-kebaikan sang kekasih dihatinya maka akan berkurang rasa cinta dihatinya. Memang tidak ada yang dapat menyenangkannya lebih dari melihat kekasihnya tersebut dan tidak juga ada yang menyejukkan hatinya lebih dari menyebut dan mengingat sang kekasih dan kebaikan-kebaikannya. Apabila kuat hal ini dihatinya maka lisannya langsung akan memuji dan menyebut kebaikan-kebaikannya. Bertambah dan berkurangnya hal ini sesuai dengan bertambah dan berkurangnya rasa cinta dihatinya dan indera kita menjadi saksi kebenaran hal itu.
5. Bersikap sopan santun dan beradab dengan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam baik dalam menyebut nama atau memanggilnya, sebab Allah berfirman:
لا
تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا
قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ
فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Janganlah
kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan
sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain).Sesungguhnya Allah telah
mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu
dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang
menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang
pedih. (QS. AnNuur: 63)
Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan: Adab
tertinggi terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah
menerima penuh, tunduk patuh kepada perintahnya dan menerima beritanya
dengan penuh penerimaan dan pembenaran tanpa ada penentangan dengan
khayalan batil yang dinamakan ma’qul (masuk akal), syubhat, keraguan
atau mendahulukan pendapat para intelektual dan kotoran pemikiran
mereka, sehingga hany berhukum dan menerima, tunduk dan taat kepada
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.
6.
Berharap melihat beliau dan rindu berjumpa dengannya walaupun harus
membayarnya dengan harta dan keluarga. Tanda kecintaan ini dijelaskan
langsung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabda beliau:
مِنْ أَشَدِّ أُمَّتِي لِي حُبًّا نَاسٌ يَكُونُونَ بَعْدِي يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ رَآنِي بِأَهْلِهِ وَمَالِهِ
Diantara
umatku yang paling mencintaiku adalah orang-orang yang hidup
setelahku, salah seorang dari mereka sangat ingin melihatku walaupun
menebus dengan keluarga dan harta. HR Muslim, kitab Al Jannah wa Shifat Na’imiha Wqa Ahliha, Bab Fiman Yawaddu Ru’yat Al Nabi Biahlihi wa malihi. No. 5060
Demikian juga dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَالَّذِي
نَفْسُ مُحَمَّدٍ فِي يَدِهِ لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أَحَدِكُمْ يَوْمٌ
وَلَا يَرَانِي ثُمَّ لَأَنْ يَرَانِي أَحَبُّ إِلَيْهِ مَنْ أَهْلِهِ
وَمَالِهِ
Demi
Dzat yang jiwa Muhammad ditanganNya (Allah), pasti akan datang pada
salah seorang dari kalian satu waktu dan ia tidak melihatku, kemudian
melihat aku lebih ia cintai dari keluarga dan hartanya. HR Muslim, kitab Al Fadhoil, bab Fadhlu Al Nadzor Ila Nabi n wa Tamanihi no. 4359.
7. Nasehat untuk Allah, kitabNya, RasulNya dan pemimpin kaum muslimin serta umumnya kaum muslimin.
8.
Belajar Al Qur’an, sinambung membacanya dan memahami maknanya. Demikian
juga belajar sunnahnya, mengajarkannya dan mencintai ahlinya (ahlu
sunnah). Imam Al Qadhi Iyaad rahimahullah menyatakan: Diantara
tanda-tanda mencintai rasululloh adalah mencintai Al Qur’an yang
diturunkan kepadanya dan beliau mengambil petunjuk dan menunjuki
(manusia) dengannya serta berakhlak dengannya sehingga A’isyah
menyatakan:
إِنَّ خُلُقُ نِبِيِّ الله كَانَ القُرْآن
Sesungguhnya Akhlak beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Al Qur’an. HR Muslim, kitab Sholat Al Musafirin, Bab Jaami’ sholat Al Lail no.1233
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Janganlah seseorang menanyakan untuk dirinya kecuali Al Qur’an,
apabila ia mencintai Al Qur’an maka ia mencintai Allah dan RasulNya”. (lihat: Huquq Al Nabi 1/343)
9. Mencintai orang yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam cintai, diantaranya:
a. Ahli baitnya (kerabat)
Imam Al Baihaqi rahimahullah berkata: “Dan masuk dalam lingkupan kecintaan kepada beliau n adalah mencintai ahli bait”.(lihat: Syu’abil Iman, Al Baihaqi 1/282) Sedangkan Ibn Taimiyah rahimahullah menyatakan: “Diantara
ushul ahlus Sunnah wal Jama’ah , mereka mencintai ahli bait Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dan memberikan loyalitas pada mereka
serta menjaga wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang
mereka.” (lihat: Majmu’ fatawa 3/407)
Kemudian beliau rahimahullah menyatakan: Ahlul bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki hak-hak yang wajib dipelihara, karena Allah menjadikan untuk mereka hak dalam Al Khumus, Al fei’ dan memerintahkan bersholawat untuk mereka bersama sholawat untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam . lalu mendefinisikan ahli bait dengan menyatakan: Ahli bait Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang diharamkan mengambil shodaqah, demikian pendapat imam Al Syaafi’I dan Ahmad bin Hambal serta yang lainnya dari para ulama.
Kemudian beliau rahimahullah menyatakan: Ahlul bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki hak-hak yang wajib dipelihara, karena Allah menjadikan untuk mereka hak dalam Al Khumus, Al fei’ dan memerintahkan bersholawat untuk mereka bersama sholawat untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam . lalu mendefinisikan ahli bait dengan menyatakan: Ahli bait Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang diharamkan mengambil shodaqah, demikian pendapat imam Al Syaafi’I dan Ahmad bin Hambal serta yang lainnya dari para ulama.
b. Para istri beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah menjaga keutamaan dan hak-hak mereka dan meyakini
mereka tidak sama seperti para wanita lainnya, sebab Allah telah
membedakannya dalam firmanNya:
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ
Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, (QS. Al Ahzab: 32)
Dan menjadikannya sebagai ibu kaum mukminin dalam firmanNya:
وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ
Dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. (QS. Al Ahzaab: 6)
Demikian juga menjadikan pengharaman menikahi mereka setelah wafat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sampai hari kiamat dalam firmanNya:
وَمَا
كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلا أَنْ تَنْكِحُوا
أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ
عَظِيمًا
Dan
tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini
isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya
perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah. (QS. Al Ahzaab: 53)
Sehingga wajib bagi kita menjaga hak-hak mereka setelah mereka wafat, bersholawat untuk mereka bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan memohonkan ampunan bagi mereka serta menjelaskan pujian dan keutamaan mereka.
c. Para sahabat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam .
Imam Al Baihaqi rahimahullah menyatakan: Masuk dalam kecintaan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah cinta kepada para sahabat beliau, karena Allah telah memuji mereka dalam firmanNya:
مُحَمَّدٌ
رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ
رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ
اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الإنْجِيلِ
كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى
سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً
وَأَجْرًا عَظِيمًا
Muhammad
itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu
lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya,
tanda-tanda meraka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.Demikianlah
sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil,
yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan
tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas
pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah
hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan
orang-orang mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala
yang besar. (QS. Al-Fath:29) dan firman Allah:
لَقَدْ
رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ
الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ
عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
Sesungguhnya
Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji
setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di
dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi
balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (QS. Al-Fath:18).
Kemudian beliau rahimahullah menyatakan: “Apabila
mereka (para sahabat) telah mendapatkan kedudukan ini, maka mereka
memiliki hak dari jamaah muslimin untuk mencintai mereka dan
mendekatkan diri kepada Allah dengan kecintaan kepada mereka, karena
Allah apabila meridhoi seorang maka Dia mencintainya dan wajib atas
seorang hamba untuk mencintai orang yang Allah cintai.” (Lihat: Syu’abil Iman Al Baihaqi 1/287)
Umat islam wajib mencintai sahabat, meridhoi mereka dan mendo’akan kebaikan untuk mereka, sebagaimana Allah perintahkan dalam firmanNya:
Umat islam wajib mencintai sahabat, meridhoi mereka dan mendo’akan kebaikan untuk mereka, sebagaimana Allah perintahkan dalam firmanNya:
وَالَّذِينَ
جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا
وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي
قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Dan
orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka
berdoa:”Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang
telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan
kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman Ya Rabb
kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyanyang”. (QS. Al-Hashr:10)
Imam Al Baihaqi rahimahullah menyatakan: “Apabila
telah jelas bahwa mencintai sahabat termasuk iman, maka mencintai
mereka bermakna meyakini dan mengakui keutamaan-kutamaan mereka,
mengetahui setiap mereka memiliki hak yang harus ditunaikan dan setiap
yang perhatian kepada islam diperhatikan serta yang memiliki kedudukan
khusus pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditempatkan pada
kedudukannya dan menyebarkan kebaikan-kebaikan mereka serta mendoakan
kebaikan untuk mereka dan mencontoh semua yang ada dalam permasalahan
agama dari mereka. Tidak boleh mencari-cari kesalahan dan
ketergelinciran mereka.” (lihat: Syu’abul Iman hal 297)
Sedangkan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitab Al Aqidah Al Wasithiyah menyatakan: “Diantara ushul (pokok ajaran) Ahlu Sunnah Wal Jamaah adalah selamat hati dan lisan mereka dari mencela para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana disifatkan Allah dalam firmanNya:
Sedangkan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitab Al Aqidah Al Wasithiyah menyatakan: “Diantara ushul (pokok ajaran) Ahlu Sunnah Wal Jamaah adalah selamat hati dan lisan mereka dari mencela para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana disifatkan Allah dalam firmanNya:
وَالَّذِينَ
جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا
وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي
قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Dan
orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka
berdoa:”Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang
telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan
kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman Ya Rabb
kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyanyang. (QS. Al-Hashr:10) dan mentaati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam :
لَا
تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَوَ الَّذِي نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ
أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ
وَلَا نَصِيفَهُ
Janganlah
kalian mencela para sahabatku, demi Allah seandainya salah seorang
kalian berinfaq emas sebesar gunung uhud, tidak akan menyamai satu mud
mereka dan tidak pula separuhnya.
Mereka
(ahlu sunnah) menerima keutamaan-keutamaan dan martabat-martabat
mereka yang telah dijelaskan dalam Al Qur’an dan As Sunnah serta ijma.
Mereka juga mendahulukan orang yang berinfaq dan berperang sebelum Al
fathu –perjanjian Hudaibiyah- atas orang yang berinfaq dan berperang
setelah itu dan mendahulukan para muhajirin atas anshor serta beriman
bahwa Allah telah berfirman kepada orang yang ikut serta perang Badar
dan jumlah mereka tigaratus sekian belas orang: (Berbuatlah sesuka hati
kalian, karena kalian sungguh telah diampuni). (Juga beriman) bahwa
tidak ada seorangpun yang berbaiat dibawah pohon (bai’at ridwan) yang
masuk neraka, bahkan Allah telah meridhoi mereka dan mereka ridhi
kepada Allah dan jumlah mereka lebih dari seribu empat ratus orang.
Mereka (ahlu sunnah) bersaksi bahwa orang yang Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam persaksikan sebagai ahli syurga seperti sepuluh orang
yang dijanjikan masuk syurga (Al ‘Asyarah), Tsabit bin Qais bin Syammas
dan sahabat-sahabat lainnya dan beriman dengan pernyataan Amirul
Mukminin Ali bin Abi Tholib dan yang lainnya yang telah dinukil secara
mutawatir bahwa sebaik-baik umat ini setelah nabinya adalah Abu Bakar
kemudian Umar dan menetapkan yang ketiga adalah Utsman dan yang keempat
adalah Ali sebagaimana disebutkan dalam atsar dan para sahabat
bersepakat mendahulukan Utsman dalam Bai’at dengan adanya sebagian ahlu
sunnah pernah berselisih tentang Utsman dan Ali setelah kesepakatan
mereka mendahulukan Abu bakar dan Umar, siapakah dari keduanya yang
lebih utama? Sebagian orang mencahulukan Utsman dan diam atau
menetapkan keempat adalah Ali dan sebagian lainnya mendahulukan Ali
serta sebagian yang lainnya diam tidak bersikap. Namun perkara kaum
muslimin telah tetap mendahulukan Utsman kemudian Ali, walaupun maslah
ini –yaitu masalah Utsman dan Ali- bukan termasuk pokok dasar (ushul)
yang digunakan untuk menghukumi sesat orang yang menyelisihinya menurut
mayoritas Ahlu Sunnah. Akan tetapi yang digunakan untuk memvonis sesat
adalah masalah kekhilafahannya. Hal itu karena kholifah setelah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Abu bakar kemudian Umar
kemudian Utsman kemudian Ali. Siapa yang mencela kekhilafahan salah
seorang dari mereka ini maka ia lebih sesat dari keledai. (Lihat:
Majmu’ Fatawa 3/152-153 atau Syarah Al Aqidah Al Wasithiyah Min Kalami
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, Kholid bin Abdullah Al Mushlih, cetakan
pertama tahun 1421 H, Dar Ibnul Jauzi hal. 177-184).
9.
Membenci orang yang Allah dan RasulNya benci, memusuhi orang yang
memusuhi Allah dan rasulNya, menjauhi orang yang menyelelisihi sunnahnya
dan berbuat kebid’ahan dalam agama dan merasa berat atas semua perkara
yang menyelisihi syari’at. Allah berfirman:
لا
تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ
مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ
أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي
قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ
حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Kamu
tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah
dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak
atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.Mereka itulah orang-orang
yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka denga
pertolongan yang datang daripada-Nya.Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam
surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya.Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap
(limpahan rahmat)-Nya.Mereka itulah golongan Allah.Ketahuilah, bhwa
sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung. (QS. Al-Mujaadilah: 22)
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
“Seorang mukmin wajib memusuhi karena Allah dan berloyalitas karena
Allah. Apabila disana ada Mukmin maka wajib memberikan loyalotas
kepadanya –walaupun ia berbuat dzolim- karena kedzoliman tidak memutus
loyalitas iman, Allah berfirman:
وَإِنْ
طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا
فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي
حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا
بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُقْسِطِينَ إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ
أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Dan
jika ada dua golongan dari orang-orang mu’min berperang maka
damaikanlah antara keduanya.Jika salah satu dari kedua golongan itu
berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang
berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali, kepada perintah
Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka
damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah.Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang
mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu
dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (QS.
Al-Hujuraat: 9-10)
Allah
sebutkan persaudaraan walaupun terjadi peperangan dan perbuatan aniaya
dan memerintahkan perdamaian diantara mereka. Sehingga diwajibkan
memberikan loyalitas kepada mukmin walaupun ia mendzolimimu dan berbuat
aniaya padamu sedangkan orang kafir wajib dimusuhi walaupun memberimu
dan berbuat baik padamu. Hal ini karena Allah telah mengutus para Rasul
dan menurunkan kitab suci agar agama ini semua untukNya, sehingga
cinta, pemuliaan dan pahala untuk para waliNya sedangkan kebencian,
kehinaan dan siksaan untuk para musuhNya. Apabila berkumpul pada
seseorang kebaikan, keburukan dan kefajiran, ketaatan dan kemaksiatan,
sunnah dan bid’ah, maka berhak mendapatkan loyalitas dan pahala sesuai
dengan kebaikan yang dimilikinya dan berhak mendapatkan permusuhan dan
siksaan sesuai dengan keburukan yang dimilikinya. Sebab berkumpul pada
satu orang tersebut factor yang menghasilkan pemuliaan dan penghinaan,
lalu berkumpul ini dan itu, seperti maling (pencuri) yang fakir
dipotong tangannya karena mencuri dan diberi dari baitulmal sesuatu
yang mencukupi kebutuhannya. Ini adalah dasar pokok (asal) yang
disepakati Ahlu Sunnah wal jama’ah. (Lihat: Majmu’ Fatawa 27/208-209).
Demikianlah sebagian tanda dan bukti penting kecintaan kita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam semoga Allah memudahkan kita untuk mendapatkan dan merealisasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Wabillahi taufiq.
Demikianlah sebagian tanda dan bukti penting kecintaan kita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam semoga Allah memudahkan kita untuk mendapatkan dan merealisasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Wabillahi taufiq.
(Sebagian besar materi makalah ini diambil dari kitab Huquq Al Nabi ‘Ala Umatihi Fi Dhu’il Kitab Was Sunnah, DR Muhammad Kholifah Al Tamimi, cetakan pertama tahun 1418 H, Penerbit Adwaa’ Al Salaf)
Penulis: Kholid Syamhudi Lc
0 komentar:
Posting Komentar